ALLAH
MEMULIAKAN MANUSIA
DENGAN
MEMBERI KEMAMPUAN UNTUK MEMILIH
Oleh : Drs. Ahmad Yani
Pengertian
Pengertian “ kemampuan” menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
adalah suatu kesanggupan,
kecakapan seseorang dalam melakukan sesuatu
Seseorang dikatakan memiliki kemampuan
atau mampu apabila ia bisa dan
sanggup melakukan sesuatu yang memang harus dilakukannya.
Kemampuan merupakan tenaga (daya kekuatan) untuk melakukan suatu
Dialog Malaikat
Dengan Allah SWT
"Ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah. Padahal, kami senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?" Tuhan berfirman: Sesungguhnya
Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui" (QS al-Baqarah [2]: 30).
Dalam
tafsir Al Munir, Wahdah Az Zuhaili mengatakan, kata 'ataj'al' yang berasal dari
kata dasar 'ja'ilun' dalam ayat tersebut merupakan bentuk pernyataan keheranan
(ta'ajub). Malaikat dalam kisah tersebut heran mengapa yang dijadikan sebagai
khalifah adalah para pelaku maksiat dan bukannya orang-orang yang taat. Az
Zuhaili pun menjelaskan, perbuatan- perbuatan mereka untuk merusak dan
menumpahkan darah timbul dari kehendak mereka sendiri.
Manusia
memiliki kandungan bahan penciptaan yang berasal dari tanah liat. Bahan ini pun
menjadi bagian dari mereka. Siapa pun yang keadaannya demikian, dia akan lebih
dekat kepada kesalahan. Karena itu, malaikat heran dengan keputusan Allah SWT
mengapa manusia dijadikan khalifah di muka bumi.
Mengapa khalifah di ciptakan bukan dari kalangan yang senantiasa taat? Padahal,
Allah Tuhan Maha bijaksana dan pemilik kehendak terbaik.
Allah
SWT memberi manusia akal dan pikiran. Nabi Adam AS diberikan pengetahuan dari
Allah SWT sehingga mampu memberi nama-nama benda-benda. Karena itu, Allah SWT
menjawab keheranan para malaikat lewat bukti.
"Dan
Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya. Kemudian
mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: Sebutkanlah kepada-Ku nama
benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!' Mereka menjawab:
'Maha suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah
Engkau ajarkan kepada kami; Sesungguhnya Engkau lah yang Maha Mengetahui lagi
Mahabijaksana." (QS al-Baqarah [2]: 31-32).
Menurut
Az Zuhaili, ayat ini menerangkan bahwa Allah SWT mengadakan ujian bagi para
malaikat untuk membuktikan ke tidak mampuan mereka dan menggugurkan anggapan
mereka bahwa mereka lebih pantas menjadi khalifah dibanding manusia. Ujian ini
diadakan setelah Allah terlebih dahulu mengajarkan Adam nama benda-benda
materiil (seperti tumbuhan, benda mati, manusia dan hewan) yang akan mendiami
dunia ini. Allah lantas memperlihatkan benda-benda yang sudah bernama itu
kepada malaikat atau Dia memperlihatkan beberapa contoh kepada mereka.
Malaikat
pun tidak memiliki kemampuan untuk
menyebut nama-nama itu. Akhirnya, mereka pun berkata, "Wahai Tuhan kami,
Maha suci Engkau! Tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau
ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mengetahui segala
sesuatu, lagi Maha bijaksana dalam semua tindakan."
Dalam
keterangan ini, ada isyarat bahwa Adam lebih utama daripada malaikat. Dia
dipilih dan diajari perkara yang tidak di ketahui para malaikat. Para malaikat
pun tidak dapat membanggakan diri atas Adam karena tidak mampu menyebutkan nama
benda-benda itu.
Mereka
menyadari rahasia di balik penunjukan Adam dan keturunannya sebagai khalifah.
Mereka pun sadar tidak cocok untuk mengurusi hal-hal yang bersifat materi.
Padahal, dunia tidak bisa bertahan tanpanya. Malaikat diciptakan dari cahaya, sedangkan
Adam dari tanah liat. Materi pun menjadi bagian dari dirinya.
Dengan
pengetahuannya itu, manusia bisa memilih untuk berbuat. Apakah dia ingin
berbuat baik atau buruk. Tak terkecuali untuk memilih agama. Semua diserahkan
kepada manusia. "Tidak ada paksa an dalam beragama. Telah jelas jalan yang
benar dan jalan yang sesat..." (QS al-Ba qarah [2]: 256).
Quraish
Shihab dalam tafsir Al Mishbah menjelaskan, ayat ini berhubungan dengan ayat
sebelumnya, yakni ayat kursiy (QS al-Baqarah [2]: 255). Ayat itu menunjukkan
siapa Allah yang Mahahidup, Mahakekal, dan terus-menerus mengurus makhluk-Nya.
Setelah
itu, Allah berfirman tentang tidak ada paksaan dalam menganut agama. Mengapa
harus memaksa, padahal Allah tidak membutuhkan sesuatu. Allah tidak membutuhkan
dukungan dari manusia yang memilih agama. Karena itu, Allah membebaskan manusia
untuk memilih agamanya. Hanya, Allah dengan tegas menjelaskan konsekuensi
pilihan-pilihan tersebut. Bukankah setelah ayat itu Allah berfirman, "Telah jelas jalan yang benar dan jalan
yang sesat."
Setelah
menjatuhkan pilihan, katakanlah seseorang memilih akidah Islam, dia pun terikat
dengan tuntunan-tuntunannya. Dia berkewajiban melaksanakan perintah
perintahnya. Dia terancam sanksi bila melanggar ketetapannya. Dia tidak boleh berkata,
dia bebas untuk shalat atau tidak, berzina atau tidak.
Makna
lain dari ayat ini, Quraish Shihab menegaskan, Allah menghendaki agar setiap
orang merasa kedamaian dalam men jalankan agama. Karena itu, tidak berlebihan
jikalau Islam menjadi nama agama yang diridhai ini. Islam bermakna damai.
Kedamaian tidak dapat diraih jika jiwa tidak damai.
Kemampuan Untuk Memilih
Kembali
kepada pilihan tadi, proses itu menunjukkan betapa Allah SWT memuliakan manusia
dengan kemampuan untuk memilih. Kemampuan itu yang membedakan manusia dengan
hewan bahkan malaikat. Hanya, kemampuan memilih bisa menjadi blunder jika tidak
disertai sikap yang bijak. Kita bisa belajar dari pilihan pertama yang dibuat
Kakek Adam AS untuk memakan buah khuldi, padahal sudah dilarang Allah SWT.
"Maka,
keduanya digelincirkan oleh setan karenanya maka keduanya dikeluarkan dari
keadaan mereka semua dan Kami berfirman, turunlah kamu! Sebagian kamu menjadi
musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman sementara di bumi, dan
kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan." (QS al-Baqarah [2]: 36)
Meski
begitu, Allah SWT yang Maha Mengetahui tahu benar bahwa manusia adalah tempat
salah dan dosa. Karena itu, Allah menerima tobat Adam yang menyesal telah
terpeleset oleh rayuan setan. "Maka, Adam menerima beberapa kalimat dari
Tuhannya, maka Dia kembali kepadanya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat
lagi Maha Penyayang." (QS al-Baqarah [2]:37).