SIKAP DAN PRILAKU TERGESA-GESA
Oleh : Drs. Ahmad Yani
PENGERTIAN :
Menurut KBBI : ge•sa, ber•ge•sa-ge•sa v
1.lekas-lekas;
2.Tergopoh-gopoh;
3. terburu-buru:
-meng•ge•sa v : menyuruh supaya melakukan sesuatu secara cepat;
-meng•ge•sa-ge•sa•kan v :menyegerakan supaya cepat selesai dan sebagainya;
-ter•ge•sa-ge•sa a bergesa-gesa;
-ke•ter•ge•sa-ge•sa•an n :dalamhal tergesa-gesa; keadaan tergesa-gesa:
Tergesa-gesa dalam bahasa Arab adalah isti’jal, ‘ajalah, dan tasarru’. Yang keseluruhannya memiliki makna yang sama. Dan lawan kata dari isti’jal adalah anaah dan tatsabbut. Yang artinya adalah pelan-pelan, dan tidak terburu-buru.
Al-QUR’AN DAN HADIST TENTANG TERGESA-GESA :
Al-Qur’an
1. Sifat manusia Tergesa ( Isro' ayat 11).
وَيَدۡعُ ٱلۡإِنسَٰنُ بِٱلشَّرِّ دُعَآءَهُۥ بِٱلۡخَيۡرِۖ وَكَانَ ٱلۡإِنسَٰنُ عَجُولٗا ١١
Dan manusia mendoa untuk kejahatan sebagaimana ia mendoa untuk kebaikan. Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa( QS. Isro' ayat 11).
2. Larangan tergesa membaca Qur'an ( Al Qiyamah 16-19)
لَا تُحَرِّكۡ بِهِۦ لِسَانَكَ لِتَعۡجَلَ بِهِۦٓ ١٦ إِنَّ عَلَيۡنَا جَمۡعَهُۥ وَقُرۡءَانَهُۥ ١٧ فَإِذَا قَرَأۡنَٰهُ فَٱتَّبِعۡ قُرۡءَانَهُۥ ١٨ ثُمَّ إِنَّ عَلَيۡنَا بَيَانَهُۥ ١٩
16. Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya
17. Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya
18. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu
19. Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya
( Al Qiyamah 16-19)
Hadist
:
إن فيك لخصلتين يحبهما الله : الحلم والأناة
“Sesungguhnya dalam dirimu terdapat dua sifat yang dicintai oleh Allah, yaitu sabar dan tidak tergesa-gesa.”(Diriwayatkan oleh Bukhari dalam Adabul Mufrod no. 586. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
BAHASAN :
Faktor penyebab manusia melakukan Ketergesaan adalah kekhawatiran, dan sedikitnya kesabaran. Akibatnya mencelakakan diri sendiri dan hilangnya Nalar sehat.
Prilaku tsb dalam masyarakat dicela ,Dalam ajaran Islam dilarang , itu semua mencerminkan Perilaku tak terpuji ( Akhlaq tak terpuji)
A. TERGESA-GESA ADALAH PENYAKIT MANUSIA
Tergesa-gesa adalah penyakit manusia. Oleh karena itu, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan dalam hadits-nya bahwa ketergesa-gesaan berasal dari setan. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
التَّأَنِّي مِنَ اللهِ، وَالْعَجَلَةُ مِنَ الشَّيْطَانِ
Tidak tergesa-gesa/ketenangan datangnya dari Allâh, sedangkan tergesa-gesa datangnya dari setan.[5]
Inilah hukum asal dari tergesa-gesa. Semuanya berasal dari bisikan setan. Oleh karena itu, sebisa mungkin kita menghindarinya kecuali pada perkara yang dibenarkan oleh syariat, seperti: disunnahkan untuk menyegerakan berbuka puasa ketika sudah masuk waktu Maghrib, menyegerakan untuk menikah jika sudah memiliki syahwat dan kemampuan serta tidak menunda-nundanya dan contoh-contoh lainnya.
B. CONTOH KETERGESA-GESAAN YANG TERCELA
Berikut ini adalah beberapa contoh perbuatan-perbuatan yang mengandung ketergesa-gesaan yang disebutkan di beberapa hadits dan atsar:
1. Tergesa-Gesa Dalam Berdoa Dengan Mengatakan Bahwa Allâh Belum Menerima Doanya, Sehingga Dia Tidak Berdoa Lagi Kepada Allâh.
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَا يَزَالُ يُسْتَجَابُ لِلْعَبْدِ مَا لَمْ يَدْعُ بِإِثْمٍ أَوْ قَطِيعَةِ رَحِمٍ, مَالَمْ يَسْتَعْجِلْ, قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الِاسْتِعْجَالُ؟ قَالَ يَقُولُ: قَدْ دَعَوْتُ وَقَدْ دَعَوْتُ فَلَمْ أَرَ يَسْتَجِيبُ لِي فَيَسْتَحْسِرُ عِنْدَ ذَلِكَ وَيَدَعُ الدُّعَاءَ
“Senantiasa (doa) seorang hamba dikabulkan selama dia tidak memohon suatu dosa, memutus silaturahmi dan tidak tergesa-gesa.” Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya, “Apa arti tergesa-gesa (dalam berdoa)?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Orang yang berdoa tersebut mengatakan, ‘Saya telah berdoa. Dan saya benar-benar telah berdoa, tetapi Allâh Azza wa Jalla tidak mengabulkan doaku.’ Kemudian dia berhenti berdoa dan meninggalkannya[6].
2. Tergesa-Gesa Ketika Iqâmah Sudah Dikumandangkan Untuk Mendatangi Masjid
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِذَا ثُوِّبَ لِلصَّلَاةِ فَلَا تَأْتُوهَا وَأَنْتُمْ تَسْعَوْنَ وَأْتُوهَا وَعَلَيْكُمْ السَّكِينَةُ, فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا, فَإِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا كَانَ يَعْمِدُ إِلَى الصَّلَاةِ فَهُوَ فِي صَلَاةٍ
Jika telah dikumandangkan iqâmah shalat, jangankan kalian mendatanginya dengan berlari, tetapi datangilah dengan tenang. Gerakan apa yang kalian dapatkan, maka shalat-lah (mengikuti gerakan itu). Apabila ada gerakan yang terlewat, maka sempurnakanlah. Sesungguhnya seorang dari kalian jika dia bermaksud untuk shalat, maka sesungguhnya dia dalam keadaan shalat.[7]
3. Tergesa-Gesa Untuk Menghabiskan Makanan
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِذَا كَانَ أَحَدُكُمْ عَلَى الطَّعَامِ فَلَا يَعْجَلْ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ مِنْهُ وَإِنْ أُقِيمَتْ الصَّلَاةُ
Jika seorang dari kalian sedang makan, maka jangan tergesa-gesa sampai dia menuntaskan makannya, meskipun iqâmah telah dikumandangkan.[8]
4. Cepat Dalam Berbicara, Mengajar Dan Berceramah
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat teratur perkataannya, jelas dan tidak cepat. Para sahabat Radhiyallahu anhum dapat dengan mudah mengerti perkataanya. Oleh karena itu, ‘Âisyah Radhiyallahu anhuma mengingatkan Abû Hurairah Radhiyallahu anhu ketika berbicara dengan cepat, sebagaimana tercantum pada atsar berikut :
عَنْ عُرْوَةَ قَالَ جَلَسَ أَبُو هُرَيْرَةَ إِلَى جَنْبِ حُجْرَةِ عَائِشَةَ – رضى الله عنها – وَهِىَ تُصَلِّى فَجَعَلَ يَقُولُ: اسْمَعِىْ يَا رَبَّةَ الْحُجْرَةِ مَرَّتَيْنِ. فَلَمَّا قَضَتْ صَلاَتَهَا, قَالَتْ: أَلاَ تَعْجَبُ إِلَى هَذَا وَحَدِيثِهِ؟ إِنْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لَيُحَدِّثُ الْحَدِيثَ لَوْ شَاءَ الْعَادُّ أَنْ يُحْصِيَهُ أَحْصَاهُ
Dari ‘Urwah bahwasanya Abû Hurairah Radhiyallahu anhu duduk di samping kamar ‘Âisyah Radhiyallahu anhuma sedangkan pada saat itu ‘Âisyah Radhiyallahu anhuma sedang shalat. Abû Hurairah Radhiyallahu anhu berkata, “Dengarlah wahai pemilik kamar!” sebanyak dua kali. Setelah menyelesaikan shalatnya, ‘Âisyah Radhiyallahu anhuma berkata, “Tidakkah engkau heran dengan orang itu dan perkataannya. Sesungguhnya Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berbicara, jika seseorang ingin menghitungnya, niscaya dia akan bisa menghitungnya.”[9]
5. Tergesa-Gesa Dalam Menuntut Ilmu Dan Keinginan Melihat Atau Menunjukkan Hasilnya
Menuntut ilmu perlu kesabaran. Waktu setahun atau dua tahun saja tidak cukup untuk mendapatkan ilmu. Ilmu sangatlah luas dan banyak. Oleh karena itu, penuntut ilmu tidak boleh tergesa-gesa dalam melihat hasilnya atau ingin menunjukkan hasil belajarnya ke orang lain, baik melalui ceramah-ceramah atau melalui media cetak.
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditegur oleh Allâh Azza wa Jalla karena beliau tergesa-gesa dalam menirukan bacaan al-Qur’ân Malaikat Jibril, kata demi kata sebelum Malaikat Jibril selesai membacanya. Tujuannya agar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam benar-benar memahami ayat yang sedang diwahyukan kepadanya.
Allâh Subhanahu wa Ta’ala mengabadikannya dalam surat al-Qiyâmah/75 ayat ke-16-19:
لَا تُحَرِّكْ بِهِ لِسَانَكَ لِتَعْجَلَ بِهِ ﴿١٦﴾ إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْآنَهُ ﴿١٧﴾ فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ ﴿١٨﴾ ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا بَيَانَهُ
Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) al-Qur’ân karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. Sesungguhnya mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya adalah tanggungan Kami. Apabila Kami telah selesai membacakannya, maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan kamilah penjelasannya. [al-Qiyâmah/75:16-19]
6. Tergesa-Gesa Dalam Memberikan Fatwa Atau Menjawab Pertanyaan
Berfatwa bukanlah suatu yang gampang. Oleh karena itu, sebisa mungkin seseorang yang akan berfatwa mempertimbangkan permasalahan yang ditanyakan kepadanya dengan sangat matang. Jika tidak sanggup untuk menjawab pada saat itu, maka janganlah memaksakan diri untuk menjawab. Permasalahan yang ditanyakan tersebut bisa ditunda jawabannya sampai benar-benar yakin, diteliti atau didiskusikan terlebih dahulu dengan orang lain atau ditanyakan lagi kepada yang lebih berilmu.
Imam Mâlik rahimahullah berkata, “Tergesa-gesa dalam berfatwa adalah suatu kebodohan dan celaan.”[10]
Abû Hushain al-Asadi rahimahullah berkata, “Sesungguhnya salah satu dari kalian telah berani berfatwa pada suatu permasalahan, yang jika permasalahan tersebut dihadapkan pada ‘Umar Radhiyallahu anhu, maka dia akan mengumpulkan Ahlu Badr.”[11]
Abû ‘Utsmân al-Haddâd rahimahullah berkata, “Barang siapa yang tidak tergesa-gesa dan memastikan kebenaran, maka dia mendapatkan kebenaran yang tidak akan didapat oleh shâhibul-badîhah (orang yang menjawab dengan cepat dan spontan).”[12]
7. Tergesa-Gesa Dalam Berdakwah
Dakwah membutuhkan kesabaran yang tinggi. Mengubah orang yang berbeda pemahaman dengan kita tidaklah semudah membolak-balik telapak tangan. Oleh karena itu, Allâh Azza wa Jalla melarang minum khamr (minuman memabukkan) dengan bertahap. Pada awalnya hanya dilarang untuk shalat berjamaah dalam keadaan mabuk, hingga akhirnya diharamkan secara total, baik khamr dalam jumlah sedikit maupun banyak.
Dakwah juga memerlukan ilmu, yaitu: ilmu tentang apa yang didakwahkan, cara berdakwah dan cara menyampaikannya; Ilmu tentang keadaan orang yang didakwahi dan lain sebagainya. Tidak boleh tergesa-gesa untuk menyatakan bahwa kita sudah layak untuk berdiri di atas mimbar atau mengisi kajian.
8. Tergesa Dalam Takfîr (Mengkafirkan), Tafsîq (Memfasiqkan), Tabdi’ (Mem-bid’ah-kan), Tadhlîl (Mengatakan Sesat) Dan Melaknat Orang Lain.
Masalah-masalah di atas adalah masalah-masalah besar yang harus kita waspadai dan tidak boleh tergesa-gesa untuk mengatakannya dan menjatuhkan vonis terhadap orang lain. Terutama masalah takfîr (mengkafirkan) orang yang secara zhâhir-nya menampakkan keislamannya, karena Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
أَيُّمَا رَجُلٍ قَالَ لِأَخِيهِ يَا كَافِرُ فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا
Lelaki mana saja yang mengatakan kepada saudaranya (sesama muslim), ‘Wahai kafir!’, maka perkataan itu akan kembali ke salah satu dari keduanya.[13]
Begitu pula masalah melaknat orang lain.
عن عمر بن الخطاب أَنَّ رَجُلا عَلَى عَهْدِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- ، كَانَ اسْمُهُ عَبْدَاللَّهِ ، وَكَانَ يُلَقَّبُ حِمَارًا ، وَكَانَ يُضْحِكُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- ، وَكَانَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- قَدْ جَلَدَهُ فِى الشَّرَابِ، فَأُتِىَ بِهِ يَوْمًا، فَأَمَرَ بِهِ فَجُلِدَ، فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْقَوْمِ: اللَّهُمَّ الْعَنْهُ مَا أَكْثَرَ مَا يُؤْتَى بِهِ ، فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم-: (( لا تَلْعَنُوهُ ، فَوَاللَّهِ مَا عَلِمْتُ إلا إِنَّهُ يُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ )).
Diriwayatkan dari ‘Umar bin Khaththâb Radhiyallahu anhu bahwasanya ada seorang lelaki di zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bernama ‘Abdullâh. Dia dijuluki dengan Himâr. Dulu dia sering membuat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam tertawa. Dulu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah men-jild-nya (hukuman dengan pukulan tongkat) lantaran minum (minuman keras). Suatu hari dia dibawa lagi (ke Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam lantaran hal yang sama-pen). Berkatalah seseorang dari suatu kaum, “Ya Allâh! Laknatlah dia! Dia sering sekali dibawa lantaran ini.” Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berkata, “Janganlah kalian melaknatnya! Demi Allâh! Saya tahu bahwa sebenarnya dia mencintai Allâh dan Rasulnya.” [14]
Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengajari umatnya untuk menjadi tukang laknat. Oleh karena itu beliau tidak menerima permintaan para sahabatnya yang tergesa-gesa agar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan kejelekan pada kaum musyrikin.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ ادْعُ عَلَى الْمُشْرِكِينَ قَالَ إِنِّي لَمْ أُبْعَثْ لَعَّانًا وَإِنَّمَا بُعِثْتُ رَحْمَةً
(Diriwayatkan) dari Abû Hurairah z bahwasanya dia berkata, “Rasûlullâh diminta (oleh seorang sahabat untuk berdoa), ‘Ya Rasûlullâh ! Berdoalah untuk kebinasaan kaum musyrikin!’. Beliau pun bersabda, ‘Sesungguhnya saya tidak diutus untuk menjadi tukang laknat, akan tetapi, saya diutus sebagai rahmat.’”[15]
C. AKIBAT DARI KETERGESA-GESAAN
Sikap tergesa-gesaan akan mendatangkan penyesalan di kemudian hari. Oleh karena itu, Dzûn Nûn Tsaubân bin Ibrahim pernah berkata, “Empat hal yang memiliki buah, yaitu: tergesa-gesa, kagum pada diri sendiri, keras kepala dan tamak (rakus); Buah dari tergesa-gesa adalah penyesalan; Buah dari kagum pada diri sendiri adalah dibenci oleh orang lain; Buah dari keras kepala adalah kebingungan; Buah dari dari ketamakan adalah kemiskinan.”[17]
Semoga Allâh Azza wa Jalla menghindarkan kita dari hal-hal tersebut.
D. KAIDAH FIQHIYAH YANG BERHUBUNGAN DENGAN KETERGESA-GESAAN
Di dalam kaidah fiqhiyah[18] disebutkan satu kaidah berikut :
مَنْ اسْتَعْجَلَ شَيْئًا قَبْلَ أَوَانِهِ عُوقِبَ بِحِرْمَانِهِ
Barang siapa yang tergesa-gesa untuk mendapatkan sesuatu sebelum waktunya, maka dia akan dihukum dengan keharamannya (tidak mendapatkannya).
Kaidah ini berlaku untuk orang-orang yang ingin mendapatkan sesuatu, kemudian dia tergesa-gesa untuk mendapatkannya sehingga dia menggunakan cara yang dilarang, maka sebagai ganjarannya dia tidak akan mendapatkan hal tersebut.
Contoh penerapan kaidah ini adalah:
1. Ahli waris yang membunuh orang yang akan mewariskan harta kepadanya. Jika orang tersebut meninggal dunia, maka si pembunuh ini tidak akan mendapatkan harta warisan tersebut.
2. Orang yang dengan sengaja mengubah khamr menjadi cuka dengan memberikan zat tambahan pada khamr tersebut, maka cuka tersebut menjadi haram.
E. OBAT PENYAKIT INI
Obat penyakit ini adalah sabar dan hilm (tenang dan sabar). Orang yang belum bisa bersabar sudah sepantasnya melatih dirinya untuk bisa bersabar. Siapa yang bersungguh-sungguh insyâ Allâh dia akan mendapatkan kesabaran yang diinginkannya.
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّمَا الْعِلْمُ بِالتَّعَلُّمِ وَإِنَّمَا الْحُلُمَ بِالتَّحَلُّمِ وَمَنْ يَتَحَرَّ الْخَيْرَ يُعْطِهِ وَمَنْ يَتَوَقَّ الشَّرَّ يُوقَهُ
Sesungguhnya ilmu didapatkan dengan belajar dan sesungguhnya hilm (kesabaran dan ketenangan) didapatkan dengan melatihnya. Barangsiapa yang berusaha untuk mendapatkan kebaikan, maka Allâh akan memberikannya. Barangsiapa yang berusaha untuk menghindari keburukan, niscaya akan terhindar darinya.[19]
SIMPULAN :
1. Sikap dan perilaku Tergesa gesa diakibatkan Kekhawatiran mengakibatkan Ketidak tenangan, menghasilkan kecerobohan dan mencelakakan diri.
2. Prilaku tsb dicela dalam masyarakat dan ajaran Islam Melarang sebagai aakhlaq tak terpuji.
3. Mari kita hilangkan sikap dan perilaku tsb dg selalu menjaga ketenangan diri (Tumaninah) mengawali setiap aktivitas dari waktu yg ditentukan. Serta bermohon pada Allah. SWT.
Semarapura, 17 November 2017
Penyuluh Agama Ahli Madya
Drs. Ahmad Yani
NIP.196507231995031001
Tidak ada komentar:
Posting Komentar