Sabtu, 17.04.2018 PKL.11.00
JALAN SIANGAMBU
Sebuah Filosofi dan Pelajaran Kehidupan
Pagi menjelang siang Perjalanan/ Rihlah menuju kota Amlapura (Bali) melewati Jalan wisata Candidasa kemudian tibalah dikawasan Siangambu yang terkenal tanjakan dan berkelok dituntut keWaspada , kehati-hatian dan pengendalian diri dan tunggangani, bagi penulis setelah melewati ada pelajaran dan hikmah , yakni gambaran perjalanan kehidupan
Secara filosofis
Keadaan perjalanan ketika melalui bukit maupun gunung, akan selalu menghadapi dua kondisi yang saling berkaitan : menanjak atau menurun dengan kondisi curam atau landai. berkelok maupun tajam, berpasir, rumput atau tanah. kering ataupun basah. kondisi saling berkaitan tersebut menjelaskan, jumlah kejadian yang sama, jumlah langkah kaki yang sama dan seimbang.
setelah naik dengan susah payah. maka akan ada turunan dengan cepat. ketika naik bukit maka di belakang bukit kita akan turun. artinya sama dengan apa yang kita jalani dalam kehidupan ini. ada kalanya kita naik, atau ada kalanya kita turun dan jika kita amati, maka tanjakan dan turunan itu jumlahnya sama. seperti sebuah putaran roda atau putaran kehidupan.
Ketika kita menghadapi tanjakan maka posisi tubuh terbaik adalah dengan menyeimbangkan tubuh. dengan mencondongkan tubuh bagian atas ke depan. dengan demikian tidak akan jatuh akibat ketidak seimbangan tubuh.
dalam hidup pun juga demikian, ada kalanya ketika kita merasa berada di atas, dengan rizki melimpah, kemudahan, ketenangan batin, kesuksesan yang mengantri di depan mendatangi kita. selayaknya hati kita tetap rendah, tetap seperti kita biasanya. tidak menjadikan kita menjadi seorang yang tinggi. karena perbedaan sikap akan mudah membuat kita terjatuh pada sifat yang sombong. dan di benci Allah SWT.
ketika menghadapi turunan, maka posisi tubuh terbaik adalah tegak. dengan menegakkan bahu sejajar dengan arah kita melangkah. ini juga merupakan cara menyeimbangkan diri dari jatuh. dalam perjalanan kehidupan seperti mendapatkan musibah, masalah, fitnah, kesempitan dalam hidup, maka tidak layaknya kita murung, merasa rendah diri. dengan perasaan murung menambah masalah sendiri seperti terjatuh tertimpa tangga, seharusnya kita tetap sabar, istiqomah, serta berjiwa besar, menegakan badan, tersenyum dan pasti ada hikmahnya "karena Allah SWT tidak akan pernah meninggalkan hambanya" seperti perkataan ibunda ismail menggendong putranya ketika di tinggal sendiri oleh Nabi Ibrahim AS di lembah tandus dan tidak ada pepohonan di sekitar. keyakinan untuk bangkit jauh lebih baik daripada terus memikirkan masalah itu. biarlah permasalahan ini berjalan sesuai sunnatullah. sesuai kaidah roda kehidupan, maka sebentar lagi dan sedikit belokan lagi roda kehidupan mulai berbalik.artinya dibalik kesusahan ada dua Kemudahan (QS. Al-Insiroh ayat 1-8)
أَلَمۡ نَشۡرَحۡ لَكَ صَدۡرَكَ ١ وَوَضَعۡنَا عَنكَ وِزۡرَكَ ٢ ٱلَّذِيٓ أَنقَضَ ظَهۡرَكَ ٣ وَرَفَعۡنَا لَكَ ذِكۡرَكَ ٤ فَإِنَّ مَعَ ٱلۡعُسۡرِ يُسۡرًا ٥ إِنَّ مَعَ ٱلۡعُسۡرِ يُسۡرٗا ٦ فَإِذَا فَرَغۡتَ فَٱنصَبۡ ٧ وَإِلَىٰ رَبِّكَ فَٱرۡغَب ٨
1. Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?
2. dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu
3. yang memberatkan punggungmu
4. Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu
5. Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan
6. sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan
7. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain
8. dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap
(QS. Al-Insiroh ayat 1-8)
Kesimpulan :
Dari uraian dan Filosofi Perjalanan diatas ditarik kesimpulan yakni :
" Tunduk saat menanjak dan Tegak saat Turunan"
Semoga ada manfaatnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar